Rabu, 21 September 2016

Plastics or Papers and Rethink of Environmental Folklore

Ketika Anda sedang berbelanja di suatu supermarket, Anda akan ditawarkan akan tas belanjaan yang akan anda gunakan, yakni tas plastik atau tas kertas? Banyak yang beranggapan bahwa tas dari bahan kertas lebih ramah lingkungan. Hal tersebut dikarenakan tas dari bahan kertas mudah didaur ulang, dapat digunakan kembali dan dapat diuraikan. Tas yang berbahan dasar dari kertas memang lebih ramah lingkungan, namun banyak orang tidak memikirkan dampak jangka panjang bagi lingkungan yang dapat terjadi apabila tas dari kertas terus digunakan. Untuk membuat tas berbahan dari kertas kita harus mengekstraksi sebagian dari sumber daya alam yang tersedia di bumi. Bayangkan apabila terjadi pengekstraksian sumber daya alam secara terus menerus terhadap sumber daya yang tersedia. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan unsustainable systems (sistem yang tidak berkelanjutan). Oleh karena itu pilihan kita akan berdampak pada complex system (sistem komlpleks) yaitu sistem yang terdiri dari human system (sistem interaksi antar manusia), industrial system (sistem interaksi antara produk dengan manusia) dan ecological system (sistem interaksi antara manusia, produk dan bumi atau planet).
            Suatu produk yang dibuat pasti membentuk suatu siklus dalam tahapan pembuatannya. Siklus yang terjadi antara lain adalah material extraction (ekstraksi sumber daya alam), manufacturing (proses manufaktur atau produksi), packaging and transportation (pengepakan dan pengiriman), product use (penggunaan produk) dan end of life (akhir dari siklus hidup). Tanpa kita sadari, sesungguhnya dalam tahapan pada siklus kita telah melakukan interaksi yang memiliki dampak terhadap lingkungan. Oleh karena itu terdapat suatu analisis yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besarkah dampak yang kita timbulkan terhadap lingkungan yang disebut life cycle assessment. Seringkali kata yang terlintas di benak kita mengenai sustainability adalah biodegradability. Hal tersebut dikarenakan biodegradability merupakan indikator suatu produk dapat diurai dengan baik setelah selesai digunakan. Sesungguhnya biodegradability bukan merupakan definisi yang dapat mengakibatkan dampak positif bagi lingkungan. Sebagai contoh jika suatu produk yang telah selesai dipakai dan diurai di tanah, maka hasil penguraian akan menimbulkan gas metana yang 25 kali lebih berpengaruh daripada karbon dioksida untuk menimbulkan pemanasan global. Gas metana dapat terjadi karena pada saat diurai di tanah reaksi yang terjadi adalah rekasi anaerob (suatu reaksi yang tidak terdapat oksigen di dalamnya).

            Seringkali di dunia terjadi fenomena-fenomena yang mengakibatkan ketidakstabilan suatu sistem. Fenomena yang terjadi adalah tingginya perilaku konsumsi yang ditunjukkan oleh masyarakat saat ini. Tingginya perilaku konsumsi telah mengakibatkan banyak waste (limbah) yang dapat mencemari lingkungan. Selain itu tingginya perilaku konsumsi juga mengakibatkan penggunaan energi juga bertambah. Sebagai contoh seiring dengan adanya kulkas dapat memungkinkan seseorang untuk lebih memiliki sifat konsumtif pada makanan. Kebanyakan orang cenderung untuk membeli makanan sebanyak mungkin yang belum tentu mereka dapat habiskan. Mereka beranggapan bahwa dengan adanya kulkas, maka makanan dapat menjadi lebih awet sehingga hal tersebut dapat mengurangi waste (hasil sisa) dari makanan. Namun, anggapan tersebut tidak benar karena penyumbang salah satu masalah unsustainable system adalah kulkas. Fakta di United Kingdom menyatakan bahwa masalah kedua terbesar adalah waste dari soggy lettuces (sayur yang lembek). Banyak orang tergoda pada fasilitas kulkas yang menawarkan crisper drawers (laci penyimpan yang bertujuan untuk menyimpan sesuatu tidak menjadi lembek), akan tetapi hal tersebut masih bisa menyebabkan sayur yang kita simpan menjadi lembek, sehingga sayur tersebut pada akhirnya akan dibuang dan menyebabkan waste. Bayangkan bila banyak sayur yang dibuang sama saja dengan menyia-nyiakan nutrisi, pupuk, cahaya matahari, air dan benih yang semuanya berfungsi untuk proses penanaman sayur tersebut, maka hal itu dapat menyebabkan unsustainable system pada life cycle. Fenomena kedua yang terjadi di UK adalah penggunaan teko listrik yang berlebihan. Penggunaan teko listrik di UK sangat tidak efisien. Hal tersebut dikarenakan sebanyak 65% orang di UK menggunakan teko listrik yang diisi penuh untuk merebus air meskipun mereka hanya perlu untuk segelas teh saja. Bayangkan bila banyak orang berbuat demikian berapa banyak energiyang terbuang sia-sia dari teko listrik. Fenomena berikutnya adalah electronic waste (limbah elektronik). Menumpuknya e-waste disebabkan banyak orang ingin mengganti model elektronik lama dengan model yang terbaru meskipun secara fungsional masih bisa dipakai. Hal inilah yang dapat menyebabkan unsustainable system. Fakta menunjukkan bahwa komunitas di Ghana membakar e-waste di udara terbuka untuk menemukan emas dan material berharga lainnya.

            Melihat fakta-fakta yang ada dan pencarian jawaban mengenai pemilihan plastic atau kertas sebenarnya telah menimbulkan cerita tersendiri mengenai lingkungan (environmental folklore). Seperti halnya cerita-cerita pada umumnya yang memiliki inti bahwa kita harus melakukan hal dengan benar untuk dapat tetap menjaga lingkungan tetap sustainable. Kita tidak perlu takut untuk melakukan hal benar dengan menjaga keberlanjutan dari lingkungan. Kita juga harus melakukan inovasi-inovasi yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan seperti contoh yang telah dijabarkan di atas.       

Selasa, 13 September 2016

What is the difference between marketing 1.0, 2.0 and 3.0?

Era globalisasi telah mengakibatkan perkembangan yang sangat signifikan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang teknologi. Teknologi yang semakin berkembang mengakibatkan seluruh dunia dapat mengetahui berita atau kabar di belahan dunia lain dapat diketahui dengan cepat. Hal itulah yang mendasari adanya transparansi di era sekarang ini. Transparansi tidak hanya terdapat pada bidang teknologi saja melainkan transparansi juga terdapat di perusahaan. Pada zaman dahulu (sebelum perkembangan teknologi yang pesat) seorang salesman menjual produk dengan cara konvensional, seperti menawarkan produk dengan kualitas terbaik, janji-janji menawan, dsb. Hal itulah yang disebut sebagai “marketing 1.0”. Era marketing 1.0 menunjukkan bahwa salesman dapat menjual produk hanya dengan sebatas rekan kerja melainkan tidak memahami kebutuhan emosional dari konsumen yang dilayani. Setelah era marketing 1.0 berlalu, selanjutnya muncul era marketing 2.0. Pada era ini seorang salesman dari sebuah perusahaan menjual produk dan memikirkan bagaimana membuat konsumen-konsumen yang dilayani menjadi setia terhadap supplier (perusahaan). Seorang salesman dituntut untuk lebih memikirkan hubungan secara personal terhadap konsumen yang dilayani, seperti memerhatikan kebutuhan emosional yang sesungguhnya dibutuhkan oleh konsumen yang bersangkutan. Hubungan secara personal dengan konsumen dapat membuat konsumen tersebut setia dengan produk yang dijual.
Perkembangan globalisasi pada saat ini juga memunculkan era marketing 3.0, yakni sekarang suatu perusahaan tidak hanya menjual produk dan memerhatikan kebutuhan konsumen saja melainkan harus memiliki nilai positif di balik nilai jual suatu produk. Seperti produk pasta gigi, di Indonesia terdapat perusahaan pasta gigi yang tidak hanya menjual produk yang diproduksi, namun produk tersebut mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga kebersihan dan merawat gigi dengan cara menyikat gigi dengan rutin (dua kali dalam sehari). Hal inilah yang disebut dengan menjadikan dunia lebih baik lewat produk yang ditawarkan. Berikut ini merupakan tabel perbandingan antara marketing 1.0, marketing 2.0 dan marketing 3.0:

Marketing 1.0
Marketing 2.0
Marketing 3.0
Target perusahaan
Menjual produk
Menjual produk dan membuat konsumennya menjadi loyal
Mengutamakan nilai atau makna positif di balik penjualan produk
Sudut pandang perusahaan terhadap konsumen
Mass buyers
Kebutuhan konsumen dengan tingkat rasional dan emosional konsumen
Konsumen yang secara holistic memiliki mind, heart, dan spirit.
Konsep pemasaran
Pengembangan produk
Pengembangan produk dan hubungan intimasi dengan konsumen
Nilai-nilai atau makna positif
Nilai yang dijual perusahaan
Fungsional
Fungsional dan emosional
Fungsional, emosional dan spiritual
Interaksi dengan konsumen
Transaksi yang bersifat one to many
Hubungan intimasi yang bersifat secara personal (one to one)
Kolaborasi antar beberapa konsumen (many to many)
Panduan Pemasaran
Spesifikasi produk yang ditawarkan
Positioning perusahaan dan kebutuhan konsumen secara emosional
Visi, misi dan values dari perusahaan
    

     


Minggu, 11 September 2016

What is Malthusian Catastrophe?

Populasi di dunia saat ini meningkat secara eksponensial. Peningkatan populasi secara eksponensial akan menyebabkan tingkat sustainability menjadi semakin rendah. Sesungguhnya pernyataan tersebut telah dikemukakan 200 tahun yang lalu oleh Thomas Maltus. Thomas Maltus mengemukakan bahwa populasi manusia dari tahun ke tahunnya meningkat secara eksponensial yang berarti bahwa setiap periode pertumbuhannya menjadi dua kali lipat dari periode sebelumnya. Sementara itu produksi sumber makanan (agriculture) mengikuti distribusi aritmatika yang berarti dari tahun ke tahun jumlah produksi makanan meningkat sebesar angka yang konstan dari period eke periode selanjutnya. Berikut ini merupakan tabel perbandingan pertumbuhan penduduk dan jumlah produksi makanan dari periode ke periode selanjutnya:
Pertumbuhan penduduk secara eksponensial
Periode
1
2
3
4
5
Jumlah
1
2
4
8
16

Jumlah produksi makanan dengan distribusi aritmatika
Periode
1
2
3
4
5
Jumlah
2
4
6
8
10

Kedua tabel tersebut dapat digambarkan menjadi suatu grafik yang berhubungan satu dengan yang lain, yaitu antara peningkatan jumlah penduduk dengan jumlah produksi makanan. Berikut ini merupakan gambar grafik:
Perpotongan garis populasi dan jumlah produksi makanan disebut point of crisi

Pada gambar grafik antara peningkatan jumlah penduduk dan jumlah produksi makanan didapatkan suatu pertanyaan besar dan adanya point of crisis (titik di mana jumlah populasi yang ada telah melebihi jumlah produksi makanan), yakni “Apakah yang akan terjadi pada populasi yang telah melewati point of crisis?. Hal inilah yang disebut dengan Malthusian Catastrophe (jumlah populasi yang melebihi carrying capacity dan melebihi jumlah produksi makanan akan menyebabkan kelaparan, kesengsaraan dan kemiskinan). Sesungguhnya point of crisis dapat ditekan apabila produksi makanan juga mengikuti distribusi secara eksponensial, sehingga hal tersebut akan meminimalkan tingkat kelaparan yang dapat terjadi.

Prediksi Thomas Maltus mengenai kelaparan dan kesengsaraan yang terjadi akibat dari meningkatnya jumlah populasi memang benar terjadi pada tahun 1800 (setelah Thomas Maltus mengemukakan prediksinya) di Inggris. Kondisi saat itu di Inggris memang terjadi peningkatan populasi secara eksponensial, sehingga kelaparan, kesengsaraan dan kemiskinan terjadi di Inggris. Kondisi penduduk di Inggris jika dibandingkan pada zaman batu sangat mengenaskan. Hal tersebut dikarenakan kondisi masyarakat pada zaman batu standar hidupnya lebih baik daripada standar hidup penduduk Inggris pada tahun 1800, sehingga dapat dikatakan kondisi penduduk di Inggris pada saat itu memiliki tingkat sustainability yang rendah. Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu, prediksi dari Thomas Maltus tidak benar lagi seluruhnya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya pandangan baru atau yang disebut dengan “Neo Malthusian”. Neo Malthusian merupakan pandangan baru bahwa seiring dengan meningkatnya jumlah populasi di dunia tidak sepenuhnya menyebabkan bencana kelaparan, kesengsaraan dan kemiskinan. Hal ini memang benar ditunjukkan oleh kondisi penduduk Inggris saat ini dibandingkan dengan tahun 1800 (sesaat setelah Thomas Maltus mengemukakan prediksinya) menunjukkan perbandingan 50 kali jauh lebih makmur saat ini dibandingkan dengan saat itu (1800). Hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan populasi juga berdampak terhadap perkembangan teknologi maupun perekonomian di dunia, sehingga perekonomian negara meningkat dan perkembangan teknologi dapat terjadi secara signifikan. Oleh karena itu peningkatan jumlah populasi manusia secara eksponensial belum tentu menyebabkan bencana kelaparan, kesengasaraan dan kemiskinan dapat terjadi. Pada sebelumnya memang peningkatan populasi manusia dapat menyebabkan peningkatan pemakaian sumber daya alam juga, akan tetapi apabila peningkatan populasi manusia juga berdampak pada perekonomian negara serta perkembangan teknologi baru yang dapat menciptakan atau memperbaharui sumber daya alam yang telah dipakai maka bencana kelaparan, kesengsaraan dan kemiskinan sesungguhnya dapat ditekan maupun diminimalkan. 

What is J-Shape and S-Shape?

Peningkatan populasi di dunia diyakini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keberlanjutan bumi terhadap generasi selanjutnya. Peningkatan populasi yang terjadi sangat signifikan akan mengakibatkan tingkat keberlanjutan bumi semakin rendah. Namun, bila peningkatan populasi di dunia tidak terjadi secara signifikan maka tingkat sustainable (keberlanjutan) akan semakin tinggi. Kedua pernyataan tersebut sejatinya menimbulkan pertanyaan besar tentang “Bagaimana sesungguhnya tingkat peningkatan populasi yang ada di dunia pada saat ini?”. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan dua perumpamaan sebagai berikut:

1.      1. Populasi Reindeer (Rusa Kutub)
Reindeer merupakan binatang yang paling sering dijumpai di daerah St Matthew Island. Pada tahun 1944 terdapat 29 ekor reindeer yang hidup di sana. Pada tahun 1945 hingga tahun 1962 populasi reindeer telah mencapai 6000 ekor. Namun, pada tahun 1963 hingga 1964 populasi reindeer turun drastis hingga mencapai 42 ekor dan hingga tahun 1980 tidak ada satu ekor pun reindeer yang tersisa. Hal tersebut dapat terjadi karena pada tahun 1963 hingga 1964 terjadi musim dingin dan seiring dengan meningkatnya populasi reindeer secara eksponensial menyebabkan sumber makanan akan menurun secara drastis, sehingga menyebabkan banyak reindeer yang tidak dapat bertahan (survive) selama musim dingin tersebut. Peningkatan populasi reindeer dapat dikatakan sebagai J-shape.

2.      2. Populasi Sel
Sel yang hidup atau berkembang biak di cawan petri tidak berkembang secara eksponensial. Hal tersebut mengakibatkan sel dapat hidup bertahan lebih lama. Hal tersebut dikarenakan sumber makanan yang ada di cawan petri dapat terdistribusi secara merata, sehingga tidak akan terjadi kehabisan sumber makanan yang dapat mengakibatkan kepunahan suatu populasi. Pertumbuhan populasi sel membentuk grafik S-shape.

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai grafik J-shape dan S-shape.
1.      J-shape

Grafik J-shape merupakan grafik pertumbuhan populasi yang populasinya meningkat secara eksponensial.

2.      S-shape

Grafik S-shape merupakan peningkatan populasi yang pada saat titik tertentu populasinya meningkat secara konstan.

Grafik J-shape dan grafik S-shape sebenarnya bergantung pada carrying capacity. Berikut ini merupakan gambar grafik J-shape dan S-shape kaitannya dengan carrying capacity:

Carrying capacity merupakan kapasitas maksimum dari suatu populasi. Grafik J-shape merupakan grafik peningkatan populasi yang meningkat secara eksponensial (melebihi kapasitas maksimum dari suatu populasi). Pada grafik J-shape dapat menyebabkan crash (menurunnya populasi secara drastis). Crash dapat terjadi karena peningkatan populasi secara eksponensial mengakibatkan sumber daya alam dapat tereksploitasi secara berlebihan, sehingga mengakibatkan punahnya suatu populasi. Grafik S-shape merupakan grafik pertumbuhan populasi yang tidak melebihi carrying capacity. Grafik S-shape mengindikasikan bahwa suatu populasi ke depannya tidak cepat punah. Hal tersebut dikarenakan sumber daya alam yang tersedia tidak dieksploitasi secara berlebihan.
Grafik S-shape dan grafik J-shape sangatlah berhubungan dengan tingkat sustainability (keberlanjutan). Semakin tinggi atau besarnya tingkat eksploitasi sumber daya alam yang tersedia, maka tingkat sustainability akan semakin rendah pula dan juga sebaliknya. Oleh karena itu satu hal yang perlu diperhatikan adalah kita perlu menggunakan sumber daya alam dengan tidak berlebihan apabila peningkatan populasi di dunia telah mengikuti bentuk J-shape.      



Selasa, 06 September 2016

Marketing

Apa sih sebenarnya marketing itu? Kalian bisa download file power point ini untuk lebih mengetahui tentang marketing =). Klik Link di bawah ini:
https://docs.google.com/presentation/d/1pDnbqZc2z9XfPEyEaykKCfWnV9KqfCbP4VrCf5DDmzo/pub?start=false&loop=false&delayms=3000

What is IPAT?

Populasi manusia di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang mengikuti distribusi eksponensial. Populasi manusia yang semakin meningkat akan memberi dampak pada lingkungan pula. Peningkatan populasi manusia mengakibatkan kebutuhan mendasar, seperti kebutuhan akan konsumsi dan teknologi akan semakin meningkat juga. Manusia akan mendapatkan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Salah satu cara yang mungkin terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam yang tersedia secara berlebihan. Pengeksploitasian sumber daya alam secara berlebihan mengakibatkan dampak kerusakan bagi lingkungan. Kerusakan lingkungan akan mengakibatkan dampak buruk bagi bumi, seperti pemanasan global yang dapat mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrim.
Tingkat kebutuhan konsumsi dan teknologi sesungguhnya dapat dikendalikan. Persamaan I = P x A x T merupakan persamaan yang berfungsi untuk mengukur seberapa besar impact (dampak) yang dialami oleh lingkungan apabila adanya peningkatan population (populasi), affluence (kebahagiaan) dan technology (teknologi). Persamaan tersebut menimbulkan sedikit kerancuan mengenai affluence (tingkat kebahagiaan). Affluence memang hanya bisa dideskripsikan secara kualitatif, sehingga akan sulit jika kita menggunakan affluence sebagai kadar pengukur seberapa besar dampak yang dialami oleh lingkungan. Oleh karena itu persamaan di atas dapat dijabarkan lagi secara spesifik dengan SI (sustainability impact) = P x C/P (consumption per person) x I/C (impact per consumption). Tidak sedikit orang yang beranggapan terhadap persamaan tersebut apabila kadar konsumsi meningkat sebanyak dua kali lipat, sehingga dampak yang dialami lingkungan akan meningkat pula sebesar dua kali lipat dari semula. Pendapat tersebut pada awalnya memang tidak salah karena persamaan I = P x A x T menunjukkan tidak adanya saling ketergantungan terhadap ketiga faktor tersebut (population, affluence dan technology). Namun, pada kehidupan nyata ketiga faktor tersebut saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada kehidupan nyata peningkatan populasi sebuah negara tentunya akan memengaruhi pola dari konsumsi negara itu sendiri. Sebagai contoh, Manhattan merupakan daerah bagian dari Kota New York, namun dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan lebih rendah daripada rata-rata kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh Kota New York secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan penggunaan teknologi dan tingkat konsumsi daerah Manhattan lebih rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di Amerika. Berdasarkan contoh sebelumnya, maka dapat dituliskan kembali persamaan IPAT yang lebih tepat yaitu I = P(A,T) x A(P,T), T(P,A). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.
Persamaan IPAT dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang dialami oleh lingkungan pada masa lampau. Akan tetapi, persamaan IPAT tidak dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi seberapa besar dampak yang dialami oleh lingkungan di masa yang akan datang. Terdapat 4 alasan yang menjadikan persamaan IPAT tidak dapat digunakan di masa yang akan datang:
1.      Faktor-faktor yang terdapat pada persamaan IPAT tidak memiliki sifat saling ketergantungan.
2.      Adanya pemikiran bahwa semakin banyak populasi pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut makmur dan sangat menikmati hidupnya.
3.      Konsumsi yang semakin meningkat juga menunjukkan bahwa negara tersebut makmur dan masyarakatnya mengalami perkembangan yang baik. Selain itu konsumsi yang semakin meningkat menunjukkan bahwa kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, hak asasi dan kebahagiaan dari sebuah negara telah terjamin.

4.      Tingkat konsumsi yang berbeda setiap tahunnya juga merupakan salah satu alasan mengapa persamaan IPAT tidak dapat dijadikan alat tolak ukur untuk mengetahui dampak kerusakan lingkungan di masa mendatang.                  

Sabtu, 03 September 2016

What is Sustainability?

What is sustainability? Pertanyaan tersebut mungkin sering terbayang di benak Anda dan mungkin hingga sekarang Anda masih belum menemukan jawaban yang paling cocok mengenai pertanyaan tersebut. Sustainability atau ketahanan merupakan kemampuan suatu sistem untuk menemukan kebutuhan yang ada pada saat sekarang tanpa memberi dampak atau memberi pengaruh negatif pada generasi selanjutnya. Secara sederhana sustainability dapat diartikan sebagai kemampuan sistem untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa pengambilan sumber daya alam secara berlebihan, sehingga tidak memengaruhi keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Sustainability mencakup populasi (masyarakat), pertanian, keanekaragaman makhluk hidup, sumber energi, dan perekonomian.   
Manusia dan lingkungan merupakan faktor penting yang terdapat dalam suatu sistem. Manusia dan lingkungan saling memengaruhi, dikarenakan manusia merupakan subyek yang paling sering memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Oleh karena itu, manusia memiliki peran penting pada suatu sistem sustainability. Manusia yang sering mengeksploitasi sumber daya alam tanpa melakukan reboisasi akan mengakibatkan sumber daya alam tersebut cepat habis. Semakin menipisnya sumber daya alam yang tersedia, maka akan memengaruhi keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Selain eksploitasi yang berlebihan, penggunaan bahan kimia akan mengakibatkan sustainability dari keanekaragaman hayati semakin berkurang dan bahkan punah. Selain itu penggunaan kendaraan bermotor yang berlebihan menimbulkan pencemaran udara yang berdampak pada lapisan atmosfer, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan pemanasan global atau perubahan iklim yang signifikan.

Melihat kajian yang telah dijabarkan sebelumya, dapat diketahui bahwa manusia dan lingkungan saling memberi pengaruh terhadap sistem sustainability. Manusia memiliki peran penting untuk mempertahankan keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Oleh karena itu manusia perlu memerhatikan keadaan lingkungan, keanekaragaman hayati, dll demi keberlangsungan hidupnya di masa yang akan datang.