Case Study 7
Starbucks: Just Who is The Starbucks Customers?
1.
Using
the full spectrum of segmentation variables, describe how Starbucks initially
segmented and targeted the coffee market?
Target awal dari Starbucks
adalah orang-orang menengah ke atas, terpelajar, dan professional. Starbucks
lebih menragetkan kepada wanita yang berumur antara 24 – 44 tahun. Sementara
untuk segmentasi pasar awal dari Starbucks adalah dengan menggunakan demographic segmentation, yang merupakan
segmentasi berdasarkan umur, gender, pendapatan, dan edukasi.
Melalui segmentasi pemasaran
dan menggunakan target awal, Starbucks mampu untuk memenuhi misinya yaitu
dengan membuka 10.000 toko baru dalam jangka waktu empat tahun pertama. Hal
tersebut bisa dicapai oleh Starbucks, dikarenakan Starbucks mampu memberikan
nilai tambah bagi konsumen setianya. Starbucks menawarkan “Starbucks
Experience” dimana konsumen diberi nilai tambah melainkan hanya membeli kopi
saja dan pulang, seperti pelayanan servis yang memuaskan, pelayanan barista
yang ramah, suasana tempat yang nyaman, serta letak gerainya yang hampir
berdekatan dengan rumah atau tempat kerja konsumen.
2.
What
changed first—the Starbucks customer or the Starbucks Experience? Explain your response by discussing the
principles of market targeting.
Berdasarkan studi kasus di
atas, perubahan pertama kali yang dirasakan oleh Starbucks adalah perubahan
pelanggan kopi. Pada awalnya target pelanggan Starbucks adalah orang menengah
ke atas dengan level pendidikan yang tinggi. Akan tetapi seiring dengan
perkembangan gerai Starbucks yang jumlahnya meningkat pesat, maka konsumen
menengah ke bawah juga secara tidak langsung juga menjadi target dari Starbucks
sendiri. Semakin banyaknya gerai yang dibuka oleh Starbucks dan target konsumen
yang tidak lagi menengah ke atas menjadikan “Starbucks Experience” lama
kelamaan berubah. Hal tersebut mengakibatkan konsumen lama Starbucks tidak
merasakan lagi nilai yang ditawarkan oleh Starbucks di samping hanya menjual
kopi, seperti keramah-tamahan barista dan juga tempat yang menyediakan ruangan
nyaman telah berubah menjadi tempat yang hanya memiliki fungsi untuk membeli
kopi dan pulang. Berdasarkan prinsip dari target pasar, Starbucks telah mengesampingkan
target awal konsumen yang ingin dicapai secara efektif dan efisien.
3.
Based
on the segmentation variables, how is Starbucks now segmenting and targeting
the coffee market?
Target pasar baru dari
Starbucks yakni Starbucks ingin menjangkau konsumen lebih luas lagi tanpa
memikirkan keadaan demografiknya (status sosial, umur, gender yang lebih
spesifik). Starbucks pada saat ini menargetkan konsumennya ke arah segmen
psikografis (psychographic), seperti
gaya hidup, ketertarikan orang terhadap sesuatu, dan strata sosial. Selain itu
segmentasi dari Starbucks yang baru juga mengarah ke segmen geografisnya,
seperti kota, negara, lingkungan tempat tinggal, dan sebagainya).
Adapun dari arah segmentasi
Starbucks yang lebih mengarah ke psikografis, membuat Starbucks menyediakan
fasilitas tambahan seperti WiFi gratis bagi para penikmat kopi yang ingin
menikmati di gerai Starbucks tersebut. Selain itu dengan memerhatikan segmen
geografis, maka Starbucks tidak harus membuka gerai yang letaknya ramai di antara
tempat kerja dan tempat tinggal konsumen.
4.
Will
Starbucks ever return to the revenue and profit growth that it once enjoyed?
Why or why not?
Ya, Starbucks kembali
menikmati keuntungan seperti saat Starbucks belum mengalihkan arah segmentasi
mereka. Hal tersebut dikarenakan Starbucks telah banyak melakukan inovasi
mengenai pandangan konsumen yang menganggap bahwa Starbucks merupakan produk
yang mahal. Selain melakukan pengurangan terhadap harga yang ditawarkan,
Starbucks melakukan penawaran inovasi paket pelengkap kopi tersebut, seperti
roti, camilan, sandwich, dan lain
sebagainya.
Selain itu Starbucks juga
menawarkan tiga inovasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan penjualannya.
Inovasi pertama adalah memberi harga khusus bagi konsumen yang berniat membeli
kopi namun tidak memiliki waktu untuk ke gerai Starbucks, sehingga Starbucks
bekerja sama untuk mendistribusikan produknya ke toko grosir. Inovasi kedua
yang dilakukan oleh Starbucks adalah dengan menambah varian rasa kopi, seperti
karamel, vanilla, dan cinnamon sehingga hal tersebut dapat meminimalisir
kebosanan yang dialami oleh konsumen. Inovasi ketiga yang dilakukan oleh
Starbucks adalah dengan memberi brand yang
bertujuan untuk meyakinkan bahwa Starbucks bukan merupakan produk yang hanya
dapat dinikmati oleh kalangan menengah ke atas saja.
Case Study 8
Las Vegas: What’s not Happening in Vegas
1.
Given
all the changes in the branding strategy for Las Vegas over the years, has the
Vegas brand had a consistent meaning to consumers? Is this a benefit or a
detriment to the city as it moves forward?
Strategi branding yang dilakukan oleh Las Vegas sempat mengalami sekali
perubahan yakni perubahan nama “What
happens in Vegas, stay in Vegas” berubah menjadi “Vegas bound”. “vegas bound” merupakan
pengertian dari tempat beristirahat untuk orang-orang yang ingin melepas penat
setelah bekerja. Perubahan nama brand menjadi
“vegas bound” hanya bertahan selama
beberapa waktu saja. Hal tersebut dikarenakan banyak orang telah berkesan
dengan Las Vegas sebagai pusat hiburan bagi para pria dewasa dan tempat
perjudian. Perubahan yang terus dilakukan oleh Las Vegas bagi nama brand mereka tentu dapat memberi dampak
negatif. Hal tersebut dikarenakan perubahan strategi branding akan memengaruhi jumlah orang yang akan berkunjung ke Las
Vegas.
2.
What
is Las Vegas selling? What are visitors really buying? Discuss these questions
in terms of the core benefit, actual product, and augmented product levels.
Core benefit: Keuntungan yang didapatkan konsumen adalah suatu kebebasan yang tidak
mungkin untuk didapatkan seseorang di tempat lain.
Actual product: Produk actual atau produk nyata yang ditawarkan Las Vegas sendiri
adalah brand mereka yang terkenal
dengan tempat-tempat hiburan bertaraf internasional, hotel dan kasino bintang
lima, restoran dengan koki terbaik, dan pusat perbelanjaan terlengkap dan
memiliki barang-barang yang berkualitas tinggi.
Augmented product: Produk tambahan lain yang ditawarkan Las Vegas kepada pengunjung adalah
pelayanan atau servis memuaskan yang didapatkan pengunjung saat menginap di
hotel, dan jaminan bonus yang bisa didapatkan saat bermain di kasino.
3.
Will
the most recent efforts by the LVCVA continue to work? Why or why not?
Menurut saya usaha yang harus
tetap dilakukan oleh LVCVA adalah mempertahankan brand “vegas bound”. Hal tersebut dikarenakan brand “vegas bound” telah
sukses merubah citra Las Vegas yang semula hanya ditujukan bagi pria dewasa
untuk menikmati hiburan yang tidak dapat ditemukan di daerah lain menjadi
hiburan mewah untuk seluruh kalangan yang tidak mungkin didapatkan di daerah
lain. Oleh karena itulah sebaiknya brand
“vegas bound” menjadi brand utama
bagi Las Vegas untuk dapat meningkatkan jumlah pengunjungnya.
4.
What
recommendations would you make to LVCVA managers for Las Vegas’ future?
Menurut saya rekomendasi untuk
manajer LVCVA adalah tetap mempertahankan slogan “vegas bound” sebagai slogan utama. Hal tersebut dikarenakan slogan
tersebut memiliki makna untuk mengajak seluruh kalangan untuk menikmati hiburan
mewah yang tidak mungkin didapatkan di daerah lain bukan melainkan menonjolkan
hiburan yang khusus bagi para pria dewasa saja.
Case Study 9
Samsung: From Gallop to Run
1.
How was Samsung able to
go from copycat brand to product leader?
Hal
tersebut dikarenakan CEO Samsung membuat strategi baru dalam manajemennya.
Strategi baru yang dijalankan adalah “top
to bottom” pada seluruh bagian di perusahaan Samsung. Tujuan dari penerapan
strategi itu adalah untuk menjadikan Samsung sebagai merk unggulan. Samsung
juga memperkerjakan desainer-desainer baru untuk menciptakan produk yang fresh untuk meghasilkan produk yang
dapat ditargetkan kepada orang yang berpenghasilan tinggi atau kalangan
menengah ke atas. Selain itu Samsung juga memegang julukan “lifestyle works of art” dimana julukan tersebut mengartikan bahwa
Samsung merupakan perusahaan yang memproduksi produk-produk yang inovatif dalam
misinya. Oleh karena itulah Samsung telah berubah dari perusahaan yang hanya
meniru produk perusahaan lain menjadi perusahaan pencipta barang atau produk
inovatif baru.
2.
Is Samsung’s product
development process customer centered? Team based? Systematic?
Ya,
proses pengembangan produk Samsung didasarkan terhadap tiga faktor, yakni
konsumen, proses produksi yang sistematis, dan berdasarkan pada tim. Berikut
ini merupakan penjelasan dari masing-masing faktor yang memengaruhi dalam
proses pengembangan produk Samsung.
a.
Konsumen
Produk yang diproduksi oleh
Samsung mampu secara keseluruhan menciptakan kepuasan tersendiri bagi konsumen.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pendapatan dari Samsung pada tahun 2009
yang mencapai keuntungan sebesar $8.3 milyar dolar. Kepuasan konsumen dapat
tinggi, dikarenakan produk yang diciptakan oleh Samsung merupakan produk
inovatif dengan memerhatikan kebutuhan, keinginan, dan permintaan konsumennya.
b.
Proses produksi yang sistematis
Proses produksi yang
sistematis sangat penting bagi pengembangan produk oleh Samsung. Hal tersebut
dikarenakan pengembangan produk yang dilakukan secara sistematis dapat membantu
perusahaan dalam menciptakan ide inovatif.
c.
Kerja berdasarkan tim
Samsung memang perusahaan yang
mengutamakan kerjasama dalam suatu tim. Hal tersebut terbukti semenjak Samsung
menggunakan strategi ”top to bottom” yang
berarti tim yang terbentuk merupakan desainer muda dan para pekerja muda yang
memiliki banyak sekali ide inovatif. Selain itu kemampuan Samsung dalam
menjawab kebutuhan, keinginan, dan permintaan pasar juga merupakan kerjasama
tim yang kompak, sehingga membuat Samsung mampu menjadi perusahaan berkelas
yang memiliki daya saing tinggi.
3.
Based on the PLC, what
challenges does Samsung face in managing its high-tech products?
Tantangan yang dihadapi oleh
Samsung adalah teknologi yang mereka buat saat ini tidak akan bertahan
selamanya, sehingga Samsung menganut strategi “Mabuljungje” yang berarti jika
telah berhasil membuat suatu lompatan yang besar, maka hal yang harus dilakukan
adalah terus bergerak dan berkembang. Samsung menghadapi empat tantangan pada
setiap tahapan yang mungkin muncul, yakni.
a.
Pengembangan produk (product
development): Tantangan pada tahapan ini adalah bagaimana Samsung
menciptakan produk inovatif dengan teknologi tinggi dan dengan harga yang
tinggi pula, namun juga mengajak konsumen untuk mau membelinya. Oleh karena
itu, pada tahap ini perlu dipikirkan secara matang dalam penentuan harga yang
tepat sesuai dengan teknologi yang digunakan dan pemilihan target maupun
segmentasi juga perlu dilakukan secara baik.
b.
Perkenalan (introduction):
Setiap produk inovatif tentu memiliki tantangan dalam tahap pengenalan awalnya.
Hal tersebut dikarenakan untuk memperkenalkan produk baru tentu diperlukan
biaya yang tinggi pula untuk biaya promosi.
c.
Pertumbuhan (growth):
Tantangan yang dihadapi dalam tahapan ini adalah respon dari konsumen mengenai
produk inovatif yang diciptakan akan sangat memengaruhi tingkat penjualan dari
produk Samsung itu sendiri.
d.
Pendewasaan (maturity):
Tantangan pada tahapan ini adalah perilaku konsumen yang membeli akan tetap
atau bahkan dapat menurun. Hal tersebut dikarenakan saat suatu produk telah
berkembang menjadi produk dewasa, maka produk tersebut telah menjadi produk
umum, sehingga akan menimbulkan suatu kejenuhan dan keinginan konsumen mengenai
inovatif dari teknologi yang baru.
e.
Pengurangan jumlah pembelian (decline):
Tantangan yang dihadapi adalah jumlah pembelian produk yang berkurang secara
signifikan, sehingga keuntungan yang didapat juga berkurang.
4.
Will Samsung likely
achieve its goals in markets where it does not dominate, such as smartphones?
Why or why not?
Menurut saya, produk Samsung
akan perlahan tapi pasti akan menguasai pasar. Namun Samsung perlu melakukan
inovasi lebih banyak lagi dan juga menetapkan harga secara lebih tepat. Hal
tersebut sangatlah memengaruhi keberhasilan Samsung dalam menjaga
keberlangsungan perusahaan mengingat zaman yang telah berkembang dengan cepat
menuntut perusahaan harus bersaing pula untuk mendapatkan konsumen. Sebagai
contoh produk smartphone yang ada di
pasaran, seperti Apple dan Xiaomi mampu terus berinovasi untuk mendapatkan
konsumennya. Sebagai contoh Apple mampu menciptakan brand tersendiri bagi produknya yaitu ergonomis, inovatif, elegan,
dan bahan yang digunakan juga berkualitas. Selain itu perusahaan baru seperti
Xiaomi juga menawarkan smartphone dengan
harga yang sangat terjangkau namun teknologi yang digunakan pada smartphone mereka hampir sama dengan
teknologi inovatif yang ditawarkan oleh Samsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar